Selasa, 20 Maret 2012

Pertanyaan // Pemilihan Jurusan // Keinginanku


Psikolog? Apa sih yg bisa didapat dari sana? Pekerjaan yg tidak begitu jelas seperti apa.

Itu kata orang tuaku tadi. “Masuk aja kedokteran, kebidanan, kesehatan masyarakat, atau ga jadi guru, dll. Di tempat kita ini psikolog itu bisa dibilang ga dibutuhkan. Guru lebih banyak peluang kerjanya. Dimana-mana guru itu dibutuhkan.” Iya, aku tahu itu.

“Lalu kenapa ga masuk itu saja? Kedokteran kan juga bisa. Diantara anak mama yg lain, memang Ichi yg bisa mama harapkan untuk jadi dokter. Mama rasa Ichi bisa kalau Ichi mau.” Nah, itu dya. Kalau aku mau kan? Kalau aku-nya ga mau gimana?

“Udah mama coba tanya ke temen, katanya kalau anak perempuan itu ga usahlah jadi psikolog. Perempuan itu kebanyakan menggunakan perasaanya sedangkan untuk jadi psikolog itu kita ga boleh terbawa larut dalam perasaan kita,” Ya, aku juga tw itu.
“Bagus jadi guru saja. Jadi guru itu sudah diberikan apa-apa saja materi yang akan diajarkan kepada muridnya. Papa rasa jadi guru itu akan lebih mudah. Pekerjaannya juga dibilang mudah untuk dicapai di tempat kita ini.”

“Kedokteran juga bisa. Dan kalau memang Ichi ga yakin bisa tembus kedokteran, ambil saja kebidanan atau ga kesehatan masyarakat. Pekerjaan itu juga lebih dekat untuk seorang perempuan.”

“Coba kalau psikolog? Untuk bisa jadi psikolog itu waktunya lama. Harus tamat S2 dulu baru bisa buka praktek psikolog. Trus kapan mw nikahnya?” He? Pertanyaan apa itu? ==”

.

Itu semua pernyataan dan pertanyaan yang diajukan oleh orang tuaku tadi. Akan kujawab satu per satu alasanku untuk menyetujui dan tidak setujunya mengenai semua perkataan orang tuaku itu.
Kenapa aku ga pilih kedokteran?

Dulu, seperti umumnya anak kecil yang ditanyai mengenai cita-cita, aku juga berkata ingin jadi dokter. Bahkan sampai kelas 3 SMP dulu, aku juga masih mencita-citakan itu. Aku berpikir menjadi dokter itu pasti akan menyenangkan, memakai seragam putih-putih, bekerja di rumah sakit, mengobati pasien, dll. Lalu aku pun juga berpikir dengan kemampuanku aku pun mungkin bisa mencapainya. Tapi itu dulu, sebelum aku membenahi pemikiranku.

Sekarang, tiba-tiba saja aku berubah pikiran. Sebenarnya bukan tiba-tiba juga sih, tapi bertahap juga. Awalnya aku kepikiran soal susahnya menembus perguruan tinggi dengan jurusan kedokteran. Sekian banyak orang yang mendaftar, tapi hanya segelintir saja yang akan diterima. Bukannya aku tidak percaya pada kemampuanku, tetapi aku hanya berpikir realistis. Masih banyak orang-orang yang lebih hebat dariku dan orang-orang seperti mereka juga pasti menginginkan jurusan bergengsi seperti kedokteran itu. Dan aku kalah dari mereka. Sekali lagi aku bukannya tidak percaya pada kemampuanku, aku hanya berpikir realistis serealistis mungkin.

Lalu alasan selanjutnya kenapa aku mundur dari cita-cita awalku itu yaitu karena aku menyadari kalau aku ternyata tidak cocok menjadi dokter. Beberapa waktu yang lalu aku ditugaskan untuk mencari tahu mengenai penyakit kanker beserta gambar-gambarnya. Dan masyaallah, aku ga kuat melihat semua gambar-gambar itu! Rasanya mau muntah. Ini sama sekali bukan hal lebay buatku, tapi ini adalah kenyataannya. Bagaimana mungkin bisa mengobati penyakit orang lain sedangkan melihat penyakit itu saja aku tidak bisa. Itu sungguh tidak masuk akal.

Dan alasan terakhir yg mungkin hanya sebagai dalih tambahan yaitunya waktu kuliah kedokteran yang lama dan biaya kuliah yang besar. Akhirnya dengan semua alasan itu, aku meniadakan kedokteran dalam pilihan jurusan untuk perguruan tinggiku nanti.

.
Lalu kenapa aku ga pilih guru?

Pertama dan yang utama sekali, aku tidak tahu nantinya akan jadi guru apa. Tidak ada bidang pelajaran (terutama IPA, jurusanku sekarang) yang benar-benar menarik perhatianku.

Mulai dari Fisika. Astaghfirullah ampun dah.. Untuk saat ini aku benar-benar tidak ada sedikitpun terpikir untuk menjadi seorang guru fisika. Keren sih keren, tapi mempelajari semua rumus-rumusnya itu juga keren bgt. Sampai-sampai harus masuk rumah sakit mulu karna stress mikirinnya. Dulu sih pas kelas 3 SMP sempat kepikiran buat jadi guru fisika karena kebetulan pas waktu itu aku lagi lope lopenya ama ntu pelajaran. Tapi untuk sekarang ini, maap maap aja deh.. ==V

Kedua, Biologi. Tertarik sih ada. Mempelajari makhluk hidup, cara mereka hidup, bekembang, perilaku-perilaku mereka, dsb. Aku pas membaca buku-buku biologi (yg ada gambarnya) juga ‘wah wah’ sendiri karena takjubnya. Tapi.. Ada tapinya nih. Mungkin karena ga super duper tertarik, jadinya pas mau ngapalin semua nama-nama latin yg bejibun itu, aku ogah bgt dah.. Dan otomatis ya semua yg udah dibaca tadi cuman tinggal separoh lebih lebih dikit.

Selanjutnya, Kimia. Haii Kimia.. Kenalkan aku Suci Husnia Sadri yang sebenarnya udah jatuh cinta pada pandangan pertama padamu. Tapi maaf, rasa cinta itu sudah berkurang sekarang. Alasannya? Karna ternyata pelajarannya ga segampang yg aku kira dulu. Banyak juga unsur-unsur dkk-nya yang musti dihapalin. Dan tentu saja itu semua hanya dalihku saja supaya aku ga jadi guru kimia.

Lalu Matematika. Waah, kalo untuk yang satu ini sih aku paroh-paroh hati. Kadang suka kadang puyeng mikirin ni pelajaran. Apalagi beberapa tahun belakangan ini guru-guru yang ngajarnya juga seru, jadinya pelajaran gampang masuk. Tapi ya, ternyata aku ga cukup kreatif buat menyelesaikan semua soal-soalnya. Dan aku jadi guru mtk? Jangan deh. Ntar bisa-bisa pas aku jadi guru semua murid jadi ikutan puyeng karna liat gurunya aja puyeng ngeliatin soalnya. ==a

Dan untuk pelajaran-pelajaran lainnya, rasanya ni cerita ga bakal ada abis-abisnya ntar kalo aku jelasin semuanya. Intinya sih aku ga tahu bakalan milih jurusan apa kalo ntar memang mau jadi guru.

Alasanku selanjutnya kenapa ga milih jadi guru yaitu aku ga mau jadi ‘guru’. Mengerti maksudku? Itu lho, guru yang kerjanya hanya masuk kelas, nyuruh murid baca buku, ngerjain tugas trus besoknya ulangan. Aku juga tidak mau jadi guru yang monoton. Kerjanya nerangin pelajaran sampil melotot dan bicara baku yg bikin murid-murid ngantuk di kelas. Aku juga tidak ingin jadi guru yang telinganya ntar tiap hari jadi panas karna dengerin murid-murid bicara yang ga baik soal aku. Sungguh, aku paling ga suka dikatain begitu. Sebenarnya sih semua alasan-alasan ‘guru’ itu bisa aku hindari dengan tidak menjadi guru yang seperti itu. Tapi aku merasa aku tidak punya bakat di bidang itu semua.

Jadi, dengan semua hal yang telah kujabarkan diatas, aku juga meniadakan guru dalam daftar cita-citaku.

.
Dan pertanyaan terakhir, kenapa aku milih jadi psikolog?

Awal cerita kenapa aku bisa terpkir untuk jadi psikolog adalah disaat aku sedang mengalami masalah. Aku benar-benar buntu, tidak tahu harus melakukan apa. Disaat itu terpikir olehku soal psikolog. Orang yang ahli dalam hal pemikiran manusia. Memang mungkin orang lain bisa dijadikan tempat untuk ‘curhat’, tapi psikolog itu ada nilai lebihnya. Mereka memang sudah benar-benar mempelajari itu semua. Mempelajari bagaimana manusia berpikir dan hal-hal menyangkut ‘pikiran’ dan juga ‘perasaan’ yang menyertainya. Disaat itu, aku benar-benar klop dengan tujuanku ingin jadi psikolog. Bisa membantu orang lain dalam menyelesaikan masalahnya.
Psikolog itu ga cocok untuk perempuan?

Kenapa? Karna perempuan itu kebanyakan menyeratai perasaan dalam mengambil keputusan? Sehingga terkesan nantinya apa yang akan dilakukan oleh mereka tidaklah real, melainkan hanya bagian dari luapan emosi semata? Ayolah, tidak semua perempuan seperti itu. Memangnya tidak ada psikolog yg adalah seorang perempuan? Bagaimana bisa mereka jadi seorang psikolog dengan ‘perasaan’ mereka itu? Mereka berhasil mengatasi itu semua. Kalau mereka bisa, kenapa aku tidak?
Psikolog tidak banyak berguna di tempat ‘kita’ (Kota Payakumbuh)

Emm, aku akui itu memang benar. Praktek psikolog memang belum ada di Payakumbuh, tapi bukan berarti tidak akan ada, bukan? Kalau memang belum ada, nantinya akulah yang akan membuka praktek psikolog pertama di Payakumbuh. Tapi sedikit mengomentari pertanyaan diatas, seorang psikolog itu tidak harus hanya membuka praktek psikolog bukan? Seorang psikolog bisa saja bekerja di sebuah perusahaan atau kantor-kantor setempat. Pikiran mengenai psikolog itu hanya sebatas membuka praktek itu adalah pikiran yang sangat sempit. Banyak peluang-peluang lainnya.
Jurusan Psikologi

Nah, tentunya ini adalah jurusan tujuanku nanti. Sebenarnya inilah inti dari semua pembicaraan ini. Aku ingin masuk jurusan Psikologi. Mempelajari lebih dalam mengenai ilmu-ilmu kejiwaan manusia. Bagaimana manusia berpikir mengenai sesuatu, bagaimana manusia memandang lingkungan sekitar mereka, bagaimana manusia menyelesaikan masalah mereka, bagaimana kepribadian manusia itu sendiri, apa tipe-tipe pemikiran manusia, apa-apa saja yang mempengaruhi manusia dalam bertindak. Heii, semua yang aku katakan itu tadi dipelajari dalam jurusan psikologi bukan? Tidakkah semua itu menarik?

Kalau memang aku tidak bisa jadi psikolog, setidaknya masih (sangat) banyak pilihan-pilihan lapangan pekerjaan lain yang tersedia untuk tamatan S1 Psikologi. Atau bahkan insyaallah nantinya aku akan bisa tamatan S2 Psikologi (Aamiin..). Dan dengan begitu lapangan pekerjaan yang bisa aku dapatkan nantinya akan semakin banyak dan luas. Kalau pun tidak bekerja di Payakumbuh, aku kan masih bisa bekerja di luar Payakumbuh kan? Mungkin memang orang tua tidak memperbolehkan bekerja di luar Sumbar, tapi bukankah kota-kota di Sumbar lainnya juga masih banyak? Bukittinggi dan Padang, misalnya. Benar kan?

Jadi untuk saat ini aku tetap akan mempertahankan keinginanku untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri dengan jurusan Psikologi. Dan sepengetahuanku, PTN yang menyediakan jurusan psikologi adalah UNPAD, UI, UGM, USU, UNAIR..

Yosh! Semangat Ichi!! Perjalanan hidup masih panjang. Raihlah Impian… ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...