Kamis, 08 Juli 2010

Misteri Yang Sudah Lama Terpendam (Bag.1)

Awal Dari Sebuah Mistery

Sebuah mistery terjadi. Ini terjadi saat aku dan sahabatku Yuri sedang di perjalanan pulang ke rumah. Itu terjadi kira-kira jam 20.30 malam. Kami baru pulang dari bimbel di sebuah gedung di kota sebelah. Memang sebelumnya kami sudah sering dengar dari teman-teman di tempat bimbel, bahwa di jalan Tora yaitu jalan yang selalu kami lewati untuk pulang ke rumah, ada sebuah rumah kuno yang katanya sich, ada penghuninya. Soalnya anak perempuan penghuni rumah itu dulu mati bunuh diri. Lalu tak lama setelah itu ibu dari anak itu menghilang tanpa sebab dan semua penghuni rumah itu yang terdiri dari ayah anak perempuan itu, dua orang pembantu, seorang supir, seorang tukang kebun dan paman serta bibinya anak itu pindah dari sana. Tapi sampai kejadian itu terjadi kami selalu aman-aman saja ketika lewat disana.

Nasib berkata lain saat kami pulang bimbel pada tanggal 13 Mei yaitu malam jum’at kliwon. Sebenarnya sich, tak ada hubungannya dengan hari kami lewat di situ, tapi tanggalnya. Anak penghuni rumah itu yang bernama Anne dulu meninggalnya juga tanggai 13 Mei. Ya, bisa dibilang sudah 1 tahun anak itu meninggal. Katanya sich, anak itu bunuh diri karna tidak suka melihat orang tuanya yang selalu bertengkar. Tapi tidak ada yang pernah tahu kemana ibu dari anak itu pergi. Polisi sich menyimpulkan bahwa ibu itu pergi dari rumah karna merasa bersalah atas kematian anaknya dan si ibu juga meninggalkan sebuah surat yang menyatakan bahwa ia akan pergi jauh dari sana supaya tidak teringat lagi dengan anaknya itu. Dan setelah di periksa, memang tulisan di surat itu adalah tulisan si ibu. Kasus pun di tutup.

Kejadian aneh itu adalah, dari rumah itu terdengar suara hempasan piring, suara jeritan, dan lampu salah satu kamar di tingkat dua rumah itu menyala. Lalu saat mendengar suara itu, Yuri yang penakut langsung gemetaran dan memegang erat lenganku sambil berbisik, ”Ayo kita pulang. Aku takut.” Karena aku anaknya suka ingin tahu, aku belum mau pulang sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku bertanya-tanya di dalam hati “ Kenapa bisa ada cahaya lampu? Padahal seharusnya listrik ke rumah itu telah terputus ‘kan? Lalu, suara siapa itu? Siapa yang ada di rumah itu? Kenapa ada di dalam? Untuk apa?”

Kemudian aku pun melangkah menuju halaman rumah itu, melewati pagar, menghindari semak-semak yang sudah menemani rumah itu selama 1 tahun lamanya tanpa ada yang membersihkannya. Jujur sich, aku sebenarnya belum pernah sekalipun menginjakkan kakiku di halaman rumah yang seperti hutan itu. Hal itu cukup membuat bulu kudukku merinding. Tapi, rasa takutku langsung menghilang seketika karena tertumpuk oleh rasa penasaranku akan banyaknya mistery yang belum terjawab.

Aku masih terus berjalan menerobos semak-semak yang tingginya sampai pahaku. Serasa akan menelanku masuk di antara mereka. Tak lama berjalan, barulah kami terlepas dari semak-semak yang menakutkan itu. Tapi, Yuri masih saja gemetar dan ketakutan setelah melewati semak itu. Bahkan bisa dibilang tambah ketakutan. Karena masih penasaran, aku mencoba mendorong pintu rumah tua itu yang tidak terkunci sama sekali. Saat aku mendorongnya. Tiba-tiba, “Braaakk!” Seketika pintu itu terjatuh ke lantai diiringi jeritan Yuri yang kaget setengah mati. Mungkin sekrup pintunya sudah longgar kerena sudah lama tidak disentuh tangan manusia yang mau memperbaikinya.

Aku lalu mencoba melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah itu , walaupun Yuri sudah berkali-kali mencoba menarikku dan membujukku untuk segera pulang. Tak kuduga, ruangan pertama yang ada di balik pintu rumah itu amatlah gelap. Ya, walaupun pintunya terbuka lebar, tapi tak sedikitpun memperbaiki cahaya di rumah tua itu. Karena malam itu cahaya rembulan juga tidak ikut serta mengiringi kami. Aku meraba-raba dinding ruangan itu mencoba untuk mencari stop kontak lampunya. Meskipun kurasa itu percuma karena lampunya nggak bakalan menyala. Tapi bukankah ruangan di lantai dua itu lampunya menyala? Merasa hal itu sia-sia, aku mengeluarkan senter kecil dari saku celanaku yang diberi oleh teman di tempat bimbel tempo hari. Katanya untuk jaga-jaga.

Setelah menyalakan lampu senter itu, aku mencoba mencari tangga menuju lantai atas. Lalu saat aku telah menemukan tangga yang berada di ruangan paling belakang, ternyata Yuri tidak lagi ada di sampingku. Kemana dia? Padahal dia kan penakut, mana mungkin dia mau pergi sendirian. Tak lama setelah itu aku mendengar teriakan, ”Whoaa!” Ah! Itu suara Yuri. Suara itu berasal dari arah samping kanan. Dengan cepat aku berlari ke arah teriakan itu.

Sesampai di sana, Yuri langsung memelukku. Ada apa? Kenapa dengan Yuri? Penasaran dengan sikap Yuri, aku lalu bertanya kepadanya, “Yuri, ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa kamu begitu ketakutan?“

Dia masih memelukku dan berusaha berbicara kepadaku dengan nada gemetar, ”I, itu disana! Ada sesuatu yang keras terjatuh!”

Kemudian aku melihat ke arah yang di tunjuk Yuri dan mengarahkan lampu senterku ke arah sana. Dan aku begitu terkejut setelah melihatnya. Benda yang terjatuh itu mirip sekali dengan tulang-berulang manusia. Walaupun aku sangat berani masuk ke rumah ini, tapi aku tidak cukup berani untuk memastikan itu tulang manusia atau bukan.

Aku masih terpaku melihat benda yang terjatuh itu. Tapi, entah kenapa aku punya firasat buruk. Seakan-akan firasatku itu bilang, bahwa benda itu adalah tulang manusia sesungguhnya. Dan aku jadi heran, sebenarnya apa yang telah terjadi di rumah ini sebelumnya? Apa benar Anne, anak si pemilik rumah ini dulu bunuh diri? Jangan-jangan itu adalah kasus pembunuhan? Tapi, polisi telah menyelidinya dan mengatakan bahwa itu adalah kasus bunuh diri, karena seluruh anggota rumah yang tinggal disana mempunyai alibi dan tidak ada motif untuk membunuh Anne. Lagi pula, mayat Anne ditemukan dan sudah dimakamkan. Lalu ini apa?

Saat aku sedang berpikir keras atas semua kejadian ini, sebuah lampu penerangan (lentera) berwarna kuning menyengat memecahkan pemikiranku. Aku langsung berbalik dan disana terlihat pria paruh baya berdiri memperhatikan kami. Kami hanya terdiam dan juga memperhatikan pria itu. Lalu tak lama, pria itu berkata dengan suara serak, ”Sedang apa kalian malam-malam disini?”

“Tidak kok, kami tidak ngapa-ngapain. Hanya saja, saat melewati depan rumah ini kami menemukan sesuatu yang janggal dengan rumah ini. Lalu kami pun mencoba untuk mencari tahunya. Dan kalau boleh tahu, anda ini siapa ya? Dan untuk apa anda kemari?” Ucapku pada pria paruh baya itu.

“Kalau tidak ada keperluan, sebaiknya kalian pergi saja dari rumah ini! Dan soal kejadian aneh itu, lupakan saja!”

“Tidak bisa begitu!” Bentakku dengan spontan. Aku rasa pria itu akan marah padaku. Tapi, tidak ada larangan untuk memasuki rumah yang sudah tidak ada orang yang menghuninya lagi ‘kan? Lagi pula, siapa sich orang itu?

“Kalian tidak ada keperluan ‘kan? Dan lagi pula untuk apa kalian memikirkan hal-hal seperti itu! Cepat pulang saja!” ucap pria itu marah.

“Aku cuma ingin tahu aja kok. Aku juga menemukan sesuatu yang aneh disana!” Kataku sambil menunjuk ke arah benda yang ku kira tulang manusia itu.

Pria itu pun berjalan kearah benda itu lalu memegangnya dan berkata pada kami, ”Ini cuma tulang buatan saja. Orang rumah ini dulu memang suka memiliki benda-benda aneh seperti ini dan ayo cepat kalian pergi dari sini!”

Orang itu menarik tanganku menuju pintu dan otomatis Yuri juga ikut tertarik. Sesampai di pintu pria itu berkata lagi, ”Pulanglah dan lupakan kejadian ini!”

Lalu kami berjalan menelusuri semak-semak yang tinggi menuju ke pagar rumah itu. Tibanya kami di pagar, Yuri berkata padaku, ”Tuh ‘kan! Kita dimarahin oleh orang tadi. Dari awal aku juga sudah merasakan hal yang buruk akan terjadi. Dan ternyata hal yang buruk itu adalah dimarahi oleh orang selain ibuku.”

“Bukan begitu! Malahan hal yang buruk itu baru saja terjadi.” bantahku pada Yuri.

“Maksud kamu apa May? Aku tidak mengerti. Yang jelas sekarang aku mau pulang. Aku tidak mau dimarahi dua orang dalam satu hari. Sekarang sudah terlalu malam untuk melakukan sesuatu yang aneh-aneh.”

“Baru saja tadi kamu ketakutan, sampai-sampai gemetaran dan meluk aku segala. Eh, sekarang udah sok bijaksana nyeramahin aku suruh pulang cepat. Dasar!” celotehku.

“Yeee....benar lagi! Sekarang udah jam 10 lebih tau! Mau keluyuran ampe kapan? Lagian aku juga udah mau buang air karena saking takutnya.”

“Kamu ‘kan cowok! Buang air aja disitu!”

“Enak aja! Pokoknya pulang yuk.”

“Huh! Iya dech. Lagian mamaku juga pasti udah kuatir.”

“Nah ‘kan? Yuk pergi dari sini!”

***

Malam itu pun berlalu begitu saja tanpa ada penyelesaiannya. Sampai pagi berikutnya, aku masih saja penasaran. Soalnya lagat pria paruh baya itu mencurigakan. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

Lalu pagi harinya disekolah.....

“Apa?!?! Mau kesana lagi? Malam ini?”

“Iya, tentu saja. Apa kamu nggak penasaran dengan pria misterius itu? Lalu, dengan benda yang seperti tulang manusia itu?” tanyaku pada Yuri.

“Nggak tuh.” jawabnya singkat.

“Huh! Aku nggak percaya kenapa orang penakut sepertimu ini bisa juara umum dan beken di sekolah. Kalau saja aku beberkan hal itu ke seluruh sekolah, apa masih ada cewek-cewek yang mengidolakan kamu?” ejekku.

“Apa katamu? Ok, aku akan ikut.....dengan berat hati..”

“Nah, gitu donk jadi cowok. Hehe....”

“Dasar!”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...