Nah, kali ini aku mau menceritakan pengalamanku. Pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Ini bukan tentang kesenangan, tapi pengalaman yang seru dan bikin jantungan. Wah, lebih dasyat dari mabuk laut! (Padahal sendirinya belum pernah rasain mabuk laut, tapi sok tahu. He2..)
Rabu, 22 September 2009
Aku sekeluarga berangkat pulang dari Pariaman menuju Payakumbuh. Perjalanan pulang yang lebih lama dari saat kakakku maraton di ‘Salayiang Kariang’. Dan tragisnya, peristiwa ini juga terjadi di tempat yang sama. Tempat keramat ‘Salayiang’. Itu adalah tempat yang sangat2 tidak asing dengan kecelakaan.
Dalam perjalanan kali ini, di sepanjang jalan berkelok-kelok naik turun di Salayiang, kami selalu protes pada pengendara yang memberhentikan mobilnya di tengah jalan entah apa itu sebabnya. Dan kali ini, hukum karma berlaku pada kami.
Di tengah jalan, tercium bau karet terbakar dari mobil yang kami naiki, tepatnya mobil Kijang Grand keluargaku. Baunya, ukh! Very, very dasyat! Lebih baik mencium bau kaus kaki yang tak dicuci seminggu daripada mencium bau aneh, asing dan menyengat itu. Begitulah gawatnya bau itu. Terbayang nggak??
Semakin lama, bau itu semakin bersemangat menyentrum hidungku dengan tegangan tinggi. Mamaku yang cemas, bertanya pada pamanku yang menjadi sopir, dari mana asal bau itu. Pamanku bilang, bau itu bukan berasal dari mobil kami.
Perjalanan dilanjutkan. Tapi tak lama, keluar asap dari belakang mobil. Tapi pamanku masih menyangkal bahwa bau itu bukan dari mobil kami. Dan kali ini, dari depan mobil juga keluar asap. Pamanku bilang itu berasal dari mobil di depan kami. Maklumlah, di Salayiang itu memang kami jalan perlahan beriringan antara mobil satu dengan mobil lainnya alias macet.
Saat itu, aku sudah takut setengah mati. Sudah membayangkan hal-hal aneh. Mobil meledak! Sangat ironis sekali pikiranku. Aku belum siap dipanggil Sang Pencipta. Banyak ibadahku yang masih jauh dari sempurna. Rasa takut menyelimutiku, tebal sekali.
Akhirnya kami memutuskan untuk menepi seperti mobil2 lain yang tadinya kami protes itu. Saat akan keluar, seseorang yang ada di dalam mobil yang melewati kami berteriak bahwa dari mobil kami keluar asap. Ah, semakin tebal selimut kekhawatiranku saat itu. Aku segera keluar, begitu juga keluargaku lainnya.
Dan ternyata benar adanya. Asap keluar dari mobil kami. Tak terpungkiri lagi bahwa bau itu berasal dari mobil kami. Aku berusaha menjauh dari mobil dan duduk di pinggiran jalan dengan jarak kira-kira 2 m dari mobil bersama kedua tanteku yang masing-masing menggendong anak mereka. Tanah serasa bergetar karena saking takutnya.
Dengan hidung tertutup tisu dan ditutup dengan kuat agar bau tak menyusup ke hidungku, aku berusaha melihat keadaan mesin mobil (bukan untuk memperbaikinya lho). Pamanku bilang tak ada yang aneh dengan mesin mobil kami. Tapi mamaku tetap cemas. Dan akhirnya, aku, mama, papa, adikku dan ‘atuk’(kakek)ku berjalan sampai pendakian selesai. Karena mungkin saja mobil kelebihan muatan.
Di tengah jalan, aku memikirkan peristiwa ini. Berusaha merangkai kata demi kata untuk membentuk peristiwa ini menjadi pengalaman yang seru, unik dan memerlukan jantung cadangan.
Sampai 15 menit berjalan, kami sudah sampai di jalan datar, menunggu mobil sambil istirahat di trotoar. Rasa malu saat itu sudah di-KO-kan langsung oleh rasa cemas.
Tak beberapa lama, mobil kami tiba. Kakakku bilang bahwa penyebabnya sudah ditemukan. Yaitu kabel lampu mobil terbakar. Sudah agak tenang karena penyebab sudah ditemukan. Kami semua disuruh masuk kembali ke dalam mobil. Tapi, bau itu masih tercium oleh hidungku. Memang, tidak sedasyat sebelumnya.
Perjalanan terus dilanjutkan. Dan untuk jaga-jaga, kali ini pamanku hanya berusaha memakai rem saja. Karena, mungkin saja kabel kopleng juga bermasalah.
Lagi-lagi bau itu tercium. Disaat macet pula.. Tapi, jalan separoh lagi tak digunakan. Yaitu jalan menuju Padang-Pariaman. Kami pun menepi disana. Istirahat sebentar untuk mendinginkan mobil. Dan tidak kami saja yang melakukannya. Banyak juga mobil lain yang memutuskan untuk berhenti. Masih ada rasa takut, semua berusaha tidur sebentar. Tapi aku, kakakku dan adikku tak tertidur. Kami hanya mendengarkan musik dari MP3 Hp-ku.
Macet sudah berkurang, kami teruskan lagi perjalanan yang tertunda tadi. Tapi ternyata tak lama berjalan, kami terjebak macet lagi. Ya, mau bagaimana lagi? Terpaksa mengikuti keinginan waktu.
Tak sampai disitu. Setelah itu, sudah lepas dari macet, lampu dekat stir mati. Lampu yang menunjukkan kecepatan, minyak, dsb. Kami pun mencari tempat untuk menepi dan mencek penyebabnya. Tapi hal itu teratasi oleh pamanku. Kami terus berjalan dan setelah itu aku tertidur dan yang teringat olehku hanya kata Bukittinggi yang diucapkan pamanku.
Aku hanya bisa terkaget karena kami sudah sampai di rumah pamanku. Setelah itu, sopir digantikan oleh kakakku. Sesampai di rumah, aku pun terlelap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar